Makalah Nefrotik Syndrom
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan
pustaka ini penulis akan menyampaikan tentang sindrom nefrotik meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi
dan pathways, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, pengobatan, prognosis, komplikasi, konsep
pertumbuhan dan perkembangan anak usia 3 sampai 6 tahun, intervensi keperawatan
dalam mengatasi dampak hospitalisasi, proses keperawatan.
A.
Pengertian
Dari beberapa literatur didapatkan bahwa pengertian tentang sindrom
nefrotik bermacam-macam antara lain: sindrom nefrotik ditandai dengan
proteinuria, hipoproteinemia, edema, hiperlipidemia. (Behrman, Kliegman, Arvin,
2000: 1828). Sedangkan menurut Carta A Gunawan, 2002: 1, sindrom nefrotik
adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif yang keluar
lebih dari 3,5 gram per hari/ 1,73m luas permukaan tubuh, hipoalbuminemia
(kurang dari 3,5 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Status
klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus
terhadap protein yang menyebabkan kehilangan protein yang masif, hal ini adalah
pengertian sindrom nefrotik menurut Wong, D L, 2004 : 550.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli, penulis dapat menyimpulkan
bahwa pengertian dari masing-masing ahli intinya adalah sama yaitu sindrom
nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan protein urea, hipoalbuminemia
atau hipoprotein, hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, edema,
hiperkoagulabilitas, lipiduria. Proteinuria masif yang keluar lebih dari 3,5
gram setiap hari/ 173 m luas permukaan tubuh dan hipoalbumineia (kurang dari
3,5 gr/dl)
Sindrom nefrotik digolongkan berdasarkan temuan-temuan klinis dan hasil
pemeriksaan mikroskopik jaringan ginjal. Berdasarkan penggolongan klinis,
sindrom nefrotik ini dibedakan berdasarkan jalannya penyakit, pengobatan dan
prognosisnya. (Betz CL, Sowden LA, 2002: 333). Ada beberapa referensi
menyampaikan tentang tipe-tipe sindrom nefrotik antara lain :
1. Menurut Wong, D L, 1999:
1385 menjelaskan beberapa tipe sindrom nefrotik yaitu : Sindrom nefrotik lesi
minimal (MCNS = Minimal Change Nefrotic Syndrome). Kondisi yang sering
menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia prasekolah. Anak dengan sindrom
nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan
mikroskop cahaya. Juga diketahui sebagai sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik sekunder,
terjadi selama perjalanan penyakit kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik
dan purpura anafilaktid, glomerulanofritis, infeksi sistem endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif. Sindrom nefrotik kongenital
merupakan faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan
gejala awalnya dalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap
semua jenis pengobatan, dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertamakehidupan
bayi jika tidak dilakukan dialisis.
2. Sedangkan menurut Betz
CL, Sowden LA, 2002: 334 tipe sindrom nefrotik ada 2 tipe yang digolongkan
berdasarkan penyebabnya, yaitu sindrom nefrotik primer yang terdiri dari
penyakit kongenital, misalnya sindrom nefrotik tipe-Finlandia dan sindrom
nefrotik perubahan minimal, dan sindrom nefrotik sekunder akibat dari pascainfeksi antara lain glomerulonefritis, infeksi
bakteri sistemik; penyakit vaskular antara lain sindrom uremik-hemolitik,
trombosis vena renalis; penyakit keluarga yaitu sindrom alport; obat dan logam
beram; nefrosis alergik.
3. Menurut Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002 : 832 tipe sindrom nefrotik terdiri dari sindrom
nefrotik bawaan, gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik
sekunder yang disebabkan oleh malaria kuartana atau penyakit lain; penyakit
kolagen seperti lupus eritematusdiseminata, purpura anafilaktoid; glomerulonefritis
akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis; bahan kimia seperti
trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengtan lebah, air raksa; amiloidosis,
penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif hipokomplementik.
Sindrom nefrotik idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya.
Setelah penulis mendapatkan dari beberapa referensi, penulis dapat
menyimpulkan bahwa ada perbedaan sedikit perbedaan dalam penggolongan atau tipe
sindrom nefrotik. Tetapi pada intinya tipe sindrom nefrotik di golongkan
berdasarkan penyebabanya yaitu terdiri dari sindrom nefrotik kongenital /
bawaan sebagai reseseif autosomal atau karena reaksi maternofetal; sindrom nefrotik
sekunder akibat dari penyakit tertentu; sindrom nefrotik idiopatik / primer/
lesi minimal yang penyebabnya tidak diketahui.
B.
Etiologi
Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002: 832, sebab yang
pasti belum di ketahui. Umumnya dibagi menjadi : Sindrom nefrotik bawaan, diturunkan
sebagai reseseif autosomal atau karena reaksi fetomaternal. Sindrom nefrotik
sekunder disebabkan oleh: parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis
akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis, bahan kimia seperti
trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa. Sindrom nefrotik
idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya.
Sedangkan menurut Carta AG, 2002: 2 penyebab sindrom nefrotik adalah
sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer
dengan sebab tidak diketahui. Sindrom nefrotik sekunder akibat penyakit
infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multi sistem, alergi, penyakit
herediter, toksin, trombosis vena renalis, obesitas masif. Penyebab umumnya
adalah kelainan glomerulus akibat dari benigna, glomenuonefritis,
glomerosklerosis, nefropati IgA, penyakit minimal. Kelainan sekunder akibat
herediter, autoimun,infeksi, obat (anti inflamasi non steroid, heroin, emas. (Thiser
CC, Wilcox CS, 1997: 38).
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa etiologi sindrom nefrotik
digolongkan berdasarkan tipe-tipenya yaitu sindrom nefrotik bawaan diturunkan
sebagai reseseif autosomal atau karena reaksi fetomaternal. Sindrom nefrotik
sekunder akibat penyakit tertentu. Sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang
berhubungan dengan kelainan primer dengan sebab tidak diketahui.
C.
Patofisiologi
Kelainan patogenik yang mendasari sindrom nefrotik adalah proteinuria,
akibat dari kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomeruluis. (Behrman,
Kliegman, Arvin, 2000: 1828). Proteinuri merupakan kelainan dasar sindrom
nefrotik. Proteinuri sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri
glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri
tubular). Perubahan integritas membrane basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama
yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak
menunjukkan atau berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus.
Pada nefropati lesi minimal proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya size
selectivity. (Carta A Gunawan, 2002: 2).
Mekanisme dari kenaikan permeabilitas ini belum diketahui tetapi mungkin
terkait, setidak-tidaknya sebagian dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein
dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya 2
gram setiap 24 jam dan terutama terdiri dari albumin, hipoproteinemia pada
dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya edema muncul bila kadar albumin serum
turun dibawah 2,5 g/dL (25 g/L). (Behrman, Kliegmn, Arvin, 2000: 1828).
Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuri sampai sindrom
nefrotik tergantung dari perkembangan dari hipoalbiminemia. Hipoalbuminemia
mengurangi tekanan onkotik plasma dan kemudian mengakibatkan perpindahan cairan
intravascular ke ruang interstitial. Kejadian menimbulkan edema perifer,
anasarka dan acites. Karena berkurangnya volume darah arteri yang efektif,
akibatnya terjadi peningkatan produksi garamdan retensi cairan melalui sistrem
renin-angiotensin-aldosteron dan system saraf simpatis, yang mengembalikan
volume darah arteri yang efektif dan tekanan darah yang stabil ini diperburuk
oleh edema, anasarka, asites. (Thiser CC, Wilcox CS, 1997: 39).
Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya.
Kemungkinan edema di dahului oleh timbulnya albuminemia, menyebabkan tekanan
onkotik plasma yang memungkinkan transudasi cairan dari intravaskuler ke ruang
intertsisial. Penurunan tekanan intravaskuler menurunkan tekanan perfusi
ginjal, mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron merangsang reabsorbsi
natrium di tubulus distal.
Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon
antidiuretik, yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena
tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk
ke ruang interstisial memperberat edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga
memainkan peran dalam pembentukan edema dapat ditunjukkan dengan observasi bahwa
beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang normal
atau menurun. Penjelasan secara hipotesa meliputi defek intra renal dalam
ekskresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikan
permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh, serta dalam ginjal.
Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigiserid)
dan lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang
memberikan sebagian penjelasan (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, (2) katabolisme lemak menurun, karena penuruna kadar
lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
Apakah lipoprotein lipase keluar melalui urin belum diketahui secara jelas.
(Behrman, Kliegman, Arvin, 2000)
Pada pasien sindrom nefrotik primer timbul hiperkolesterolemia dan
hiperlipidemia. Umumnya terdapat korelasi terbalik antara albumin serum dan
kolesterol. Pada pasien sindrom nefrotik konsentrasi lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein densitas rendah (LDL) meningkat dan
kadang-kadang sangat mencolok. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal
atau meningkat pada anak-anak walaupun
rasio pada kolesterol-HDL terhadap kolesterol total tetap rendah. Seperti pada
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat
atau karena degradasi yang menurun. Namun meningkatnya kadar lipid dapat pula
terjadi pada laju sintesis albumin yang normal. (IGN Wila Wirya, 1996: 353)
D.
Manifestasi Klinik
Bermacam-macam manifestasi klinik diungkapkan oleh beberapa ahli
diantaranya menurut Wong DL, 2004: 551, yaitu : penambahan berat badan; edema;
wajah sembab khususnya di sekitar mata, timbul pada saat bangun pagi berkurang
saat siang hari; pembengkakan abdomen (acites); kesulitan pernafasan; pembengkakan
labia atau skrotal; edema mukosa usus; diare, anoreksia, absorpsi buruk; pucat
kulit eksterm (sering); peka rangsang; mudah lelah; letargi; tekanan darah
normal atu sedikit menurun; kerentanan terhadap infeksi; perubahan urin
menurunnya volume urine, warnanya gelap, berbau buah. Sedangkan menurut Betz
CL, Sowden LA, 2002: 335 retensi cairan dan edema yang menambah berat badan,
edema periorbital, edema dependen, pembengkakan genetalia, eksterna, edema
fasial, asites, hernia ingunalis dan distensi abdomen, efusi pleural. Penurunan
jumlah urin (urin gelap, berbusa). Hematuria, anoreksia, diare, pucat, gagal
tumbuh, pelisutan otot jangka panjang.
Manifestasi utama adalah edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan. Dan
umumnya ditemukan di mata, ekstermitas, abdomen. Gejala lain seperti malaise,
sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi. (Smeltzer, Bare,
2002: 1442).
Dari bermacam-macam manifestasi
klinik diungkapkan oleh beberapa ahli, penulis menyimpulkan bahwa pada intinya
manifestasi klinik sindrom nefrotik antara lain: yang utama adalah edema akibat
retensi cairan yang dapat timbul diberbagai bagian tubuh sehingga terjadi
kenaikan berat badan. Gejala lainnya anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh, pelisutan
otot jangka panjang. malaise, sakit kepala, iritabilitas. Penurunan jumlah urin
(urin gelap, berbusa), hematuria.
E.
Pemeriksaan Penunjang
Skrining rutin terhadap proteinuria dilakukan dengan tes carik celup urin
biasa. Tes ini hanya pemeriksaan kualitatif dan hanya sedikit berarati, kecuali
jika berat jenis urin secara specific diukur simultan. Diperlukan pengumpulan
urin 24 jam untuk mengukur kuantitas ekskresi protein. Pasienharus
diinstruksikan untuk mengosongkan dan membuang urin yang dikeluarkan pagi hari
ketika bangun tidur. Analisis mikroskopik dari hasil sentrifugasi sample urin
merupakan langkah yang penting dalm evaluasi ini. Bila terdapat hematuria,
piuria dan silinder selular maka menunjukkan glomerulonefrit. Kimia darah dapat
membuktikan informasi yang berharga pada pasien dengan proteinuria. Albumin
plasma <3,5 g/dL khas pada proteinuria pada tingklat nefrotik, atau sindrom
nefrotik full-blown.peningkatan kadar trigliserida (>300 mg/dL) dan
kolesterol (>200mg/dL) menunjukkan gejala sindrom nefrotik. Peningkatan
kadar kreatinin serum dan BUN menunjukkan isufisiensi renal.
Ultrasonografi dilakukan untuk menetukan keadaan kedua ginjal, ukuran dam
derajat ekogenisitasnya, serta untuk menyingkirkan adanya obstruksi traktus
urinarius bagian bawah. Pemeriksaan serologic berikutnya didapatkan untuk
mendiagnosa gangguan sistemik seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
rematoid arthritis, postinfeksi glomerulonefritis dan hepatitis. (Tisher CC,
Wilcox CS, 1997: 40).
Menurut Betz CL, Sowden LA, 2002: 335 pemeriksaan laboratorium menunjukkan
uji urin : Protein urin meningkat; urinalisis cast hialin dan granular, hematuria;
dipstick urin positif untuk protein dan darah; berat jenis urin meningkat. Uji
darah menunjukkan albumin serum menurun; kolesterol serum meningkat; hemoglobin dan hematokrit meningkat
(hemokonsentrasi); laju endap darah meningkat; elektrolit serum bertvariasi
dengan keadaan penyakit perorangan.
F.
Pengobatan
Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan sindrom nefrotik, menurut
beberapa ahli pengobatannya antara lain adalah : Istirahat sampai edema tinggal
sedikit. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3-4 g/kg BB/hari
dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang maka dapat
mengkonsumsi garam sedikit. Mencegah infeksi, harus diperiksa kemungkinan anak juga menderita tuberculosis.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002: 834).
Diuretikum diberikan apabila
edema tidak memberikan respon dengan membatasi pemasukan garam dalam makanan,
maka sering diberikan diuretic. Langkah pertama dapat diberikan obat tiazid,
sebaiknya dikombinasi dengan obat penahan kalium, seperti sprinolakton atau
triateren. Namun banyak pasien terutama dengan anasrka, volume berlebih, atau
dengan kongesti paru-paru tidak memberikan
respon terhadap obat tiazid. Untuk keadaan ini diperlukan pemberian
furosemid, asm etakrin, bumetamid. Diantara obat-obatan ini yang palingsering
dipakai karena toleransi yang baik bahkan dengan dosis sangat tinggi. Bisa
diberikan secara oral maupun intravena antara 25-1000 mg/hari tergantung pada
beratnya edema dan respon terhadap pengobatan. (IGN Wila Wirya, 1996: 353).
Kortikosteroid, Internasional Cooperative Study of Kidney Diasease in
Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut : Selama 28
hariprednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/ hari/ luas permukaan tubuh
(lpb) dengan maksimum 80 mg/ hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednisone per
oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/ hari/ lpb, setiap 3 hari dalam satu
minggu. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002: 834).
Antibiotik hanya diberiakan bila ada infeksi. Pungsi acites, pungsi
hidrotorax dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal janyung diberikan
digitalis. Medikasi lain yang digunakan dalm penanganan sindrom nefrotik
mencakup agen antineoplastik (cytoxan) atau agen imunosupresif (imuran,
leukeran, atau siklosparin). Jika terjadi kambuh, penaganan kortikosteroid
ulang diperlukan.(Smeltzer SC, Bare BG, 2002: 1442).
G.
Prognosis
Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespon terhadap steroid akan
mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara
spontan menjelang usia akhir decade kedua. Yang penting adalah menunjukkan pada
keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita sisa disfungsi ginjal,
bahwa biasanya penyakit tersebut tidak herediter, dan anak akan tetap fertile
bila tidak ada terapi siklosflosfamid atau klorambisil. Untuk memperkecil efek
psikologis nefrosis, ditekankan bahwa selama masa remisi anak tersebut normal
tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas. Pada yang sedang berada pada masa
remisi pemeriksaan urin protein biasanya tidak diperlukan. (Behrman, Kliegman,
Arvin, 2000: 1831).
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak
berdaya terhadap kelainan ginjal.penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat
setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid. (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2002: 834).
H.
Komplikasi
Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon
imun, tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan peningkatan
terjadinya aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442) Komplikasi dari
sindrom nefrotik dapat terjadi sabagai bagian dari penyakit sendiri atau
sebagai akibat pengobatan. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Beberapa
kelainan koagulasi dan system fibrinolitik banyak ditemukan pada pasien sindrom
nefrotik. Berakibat adanya keadaan hiperkoagulasi dengan meningkatnya masalah
tromboemboli. Angka kejadian komplikasi ini 1,8 % pada anak.
Perubahan hormone dan mineral, gangguan hormone timbul karena protein
pengikat hormone hilang dalam urin. Dilaporkan adanya kalsium terionisasi yang
menurun 50 % sampai 80 % pada pasien sindrom nefrotik yang menunjukkan bahwa
hipokalsemia memang mungkin terjadi.
Pertumbuhan abnormal dan nutrisi, telah diketahui sejak lama bahwa
pertumbuhan badan sangat menurun dan terhenti sama sekali pada anak dengan
sindrom nefrotik yang tidak terkontrol. Namun rupanya tidak ada sisa gangguan
pertumbuhanpada pasien yang sembuh, dan kebanyakan anak nmenunjukkan
pertumbuhan kompensasi, dan kembali pada laju pertumbuhan semula setelah remisi
jangka panjang.
Meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah biasa pada anak dengan
sindrom nefrotik yang relaps. Sebelum ditemukan antibiotik, kebanyakan kematian
disebabkan oleh infeksi, seriìprofilaksiktidak bermanfaat mencegah infeksi. Erupsi
erisipeloid pada kulit oerut atau paha sering ditemukan.
Anemia ringan kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Pada pasien
yang volume vascular yang bertambah anemianya terjadi karena pengenceran. Pada
bebrapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena hilangnya
protein dalam jumlah besar melalui urin.
Gangguan fungsi tubulus proksimal secara keseluruhan agak jarang
ditemukan. Umumnya kelainan ini ditemukan pada usia muda dengan sindrom
nefrotik berat dengan resisten steroid awal atau terlambat. Adanya gagal ginjal
akut pada anak sindrom nefrotik perlu disingkirkan kemungkinan penyebablain
seperti nefritis interstitial karena diuresik, nefrotoksisitaskarena bahan
radiokontras, antibiotic. (IGN Wila Wirya, 1996: 377).
I.
Konsep Pertumbuhan Dan
Perkembangan Anak Usia 3 Sampai 6 tahun (Prasekolah)
Walaupun anak dalam masa ini masih tergantung kepada bantuan orang dewasa
guna mencukupi kebutuhan vitalnya, namun sifat ketergantungan ini sudah
berkurang. Hal ini disebabkan oleh cepatnya perkembangan dalam bidang bahasa,
gerakan dan pengamatan seorang anak yang memberitahukan keinginan dan kebutuhannya
melalui bahasa. Ia akan labih dimengerti daripada seorang anak yang hanya dapat
mengatakan ketidakpuasannya dengan menangis. Dengan demikian kebutuhannya dapat
lebih mudah dipenuhi. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002 :152)
Pada anak usia 3 – 6 tahun termasuk usia prasekolah, perkembangan fisik
lebih lambat dan relatif menetap. Sistem tubuh harusnya sudah matang dan sudah
terlatih dengan toileting, ketrampilan motorik seperti berjalan, berlari,
melompat menjadi semakin luwes, tetapi otot dan tulang belum sempurna. (Yupi
Supartini, 2004: 57).
Tantangan-tantangan perkembangan dari periode sebelumnya diakhiri dalam
keadaan dukungan sosial yang luas dan dibentuk kembali oleh perubahan bahasa
yang rumit. Masalah ini pada awal masa pertumbuhan muncul kembali seperti anak
menghadapi tempat yang ramai atau suatu ruang kelas prasekolah. Ketegangan
antara pertumbuhan perasaan otonomi anak dan keterbatasan internal maupun
eksternal, menentukan pusat dinamis usia. (Behrman, Kleigman, Arvin, 2000: 60)
1.
Perkembangan Fisik
Rata-rata
pertambahan anak prasekolah kira-kira 2 kg, tinggi badan 7 cm setiap tahun.
Bagian perut anak menjadi lebih langsing. Puncak energi fisik dan kebutuhan
tidur menurun sampai 11-13 jam /24 jam, biasanya termasuk tidur siang.
Ketajaman penglihatan mencapai 20/30 pada usia 3 tahun, 20/20 pada usia 4
tahun. Semua gigi primer telah mulai muncul pada usia 3 tahun. (Behrman,
Kleigman, Arvin, 2000: 61)
2.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan
bahasa terjadi paling cepat antara usia 2 – 5 tahun. Perbendaharaan kata
bertambah dari 50 – 100 kata sampai 2000 lebih. Susunan kalimat meningkat dari
“telegrafi” kalimat dua dan tiga kata sampai penggabungan semua aturan tata
bahasa pokok. Perbedaan yang penting antara percakapan, produksi suara yang
dapat dimengerti, dan bahasa, mendasari tindakan mental. Mereka meringkas
aturan tata bahasa yang rumit dari bahasa sekitarnya dan membuat hipotesis
lengkap dan memodifikasinya terus-menerus. (Behrman, Kleigman, Arvin, 2000: 61).
3.
Perkembangan Motorik Kasar
Pada usia 36
bulan anak dapat memakai dan ganti baju sendiri, berjalan mundur, naik turun
tangga, berganti-ganti kaki, berdiri sesaat di atas satu kaki. Sedangkan pada
anak usia 4 tahun anak mampu berdiri dengan satu kaki, memanjat dan melompat,
melompat dengan satu kaki, melempar bola dengan cukup baik.
4.
Perkembangan Motorik Halus
Pada usia 36
bulan anak bisa memasang manik-manik besar, melukis tanda silang dan bulatan,
membuka kancing depan dan samping, menyusun 10 balok tanpa jatuh. Pada anak
usia 4 tahun anak mampu menggunakan gunting, menggunting gambar sederhana,
menggambar bujur sangkar. (Betz CL, Sowden LA, 2002: 550).
5.
Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Terdapat
berbagai pandangan tentang teori pertumbuhan dan perkembangan anak. Berikut ini
akan diuraikan teori perkembangan psikoseksual, psikososial, kognitif, dan
perkembangan moral.
6.
Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Freud
mengemukakan bahwa pada anak 3 – 6 tahun merupakan fase falik. Selam fase ini,
genetalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai
mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan
mengetahui adanya perbedaan alat kelamin. Seringkali anak sangat penasaran
dengan pertanyaan yang diajuakan berkaitan dengan perbedaan ini. Untuk memahami
identitas gender, anak sering meniru ibu atau bapaknya, misalnya dengan
menggunakan pakaian ayah dan ibunya. Secara psikologis pada fase ini mulai
berkembang superego, yaitu anak mulai berkurang sifat egosentrisnya. (Yupi
Supartini, 2004: 59).
7.
Perkembangan Psikososial (Erikson)
Pendekatan
Erikson dalam membahas proses perkembangan adalah dengan menguraikan tahapan
perkembangan psikososial, khususnya usia 3 – 6 tahun yaitu inisiatif versus
rasa bersalah. Perkembangan inisiatif diperoleh dengan cara menakaji lingkungan
melalui kemampuan inderanya. Anak mengembangkan keinginan dengan cara
eksplorasi terhadap apa yang ada di sekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh
adalah kemampuan untuk menghasilakn sesuatu sebagai prestasinya. Perasaan
bersalah pada anak akan timbul apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga
merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai. (Yupi Supartini, 2004:
61).
8.
Perkembangan Kognitif (Piaget)
Perkembangan
kognitif dibahas berdasarkan pada tahapan sensori, motorik, praoperasional,
concrete operasional, formal operational. Khususnya pada anak 2 – 7 tahun atau
tahapan praoperasional memiliki karakteristik utama perkembangan intelektual
didasari oleh sifat egosentris. Ketidakmampuan untuk menempatkan diri sendiri
di tempat orang lain. Pemikiran oleh apa yang nereka lihat dan rasakan dengan
pengalaman lainnya. Pada anak usia 2 – 3 tahun, anak berada dianatara
sensori-motor dan operasional, yaitu anak mulai mengembangkan sebab akibat, trial
and error, dan menginterpretasikan benda atau kejadian. Anak usia pra-sekolah
mempunyai tugas mempersiapkan diri memasuki dunia sekolah.
Anak pra-sekolah
berada pada fase peraliahan antara praconseptual dan intuitive thought.
Pada fase praconseptual anak sering menggunakan satu istilah untuk beberapa
orang yang mempunyai ciri yang sama, misal menyebut nenek untuk semua wanita
yang tua. Sedangkan pada fase intuitive thought, anak sudah bisa memberi alasan
pada tindakan yang dilakukannya. Satu hal yang harus diingat bahwa anak
prasekolah berasumsi bahwa orang lain berfikir seperti mereka sehingga perlu
menggali pengertian mereka denga pendekatan non-verbal. (Yupi Supartini, 2004: 63).
9.
Perkembangan Moral (Kohlberg)
Perkembangan
anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada perkembangan kognitif, yaitu yang
terdiri atas preconventional, conventional, postconventional. (Yupi Supartini,
2004: 59)
Masa
anak-anak awal 3 – 6 tahun merupakan tingkat preconventional. (Wong, 2004: 181). Pada masa ini
anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai dasar
dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri dari 3 tahapan tahap satu
didasari oleh rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang
aku mau, rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang kebaikan, dan
sebaliknya, ekspresi kurang perhatian bahkan membencinya akan membuat mereka
mengenal keburukan. Tahap 2 yaitu orientasi hukuman dan ketaatan, baik dan
buruk sebagai konsekuensi tindakan. Tahap selanjutnya adalah anak berfokus pada
motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai
susuatu yang memuaskan mereka sendiri. (Yupi Supartini, 2004: 65)
10. Reaksi Anak terhadap
Hospitalisasi
Anak akan
menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi.
Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat tergantung pada tahapan usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang
tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reksi anak
terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,
dan rasa nyeri. Reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai
dengan tahapan perkembangan anak prasekolah (3 – 6 tahun) adalah dengan menolak
makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya
pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan. Sering kali
dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah atau
takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan
dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini
menimbulkan reaksi agresif dengan marah, tidak mau bekerjasama dengan perawat
dan ketergantungan pada orang tua. (Yupi Supartini, 2004: 59)
11. Intervensi keperawatan
dalam menangani dampak Hospitalisasi
Asuhan yang
berpusat pada keluarga dan atraumatik care menjadi falsafah utama dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan
stressor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan dukungan psikologis
pada anggota keluarga dan mempersiapkan anak sebelum anak dirawat di rumah
sakit.
Meminimalkan
dampak perpisahan dilakukan dengan melibatkan orang tua berperan aktif dalam
perawatan anak dengan cara memperbolehkan tinggal bersama (rooming in). Untuk
mencegah perasaan kehilangan kontrol dapat dengan cara hindarkan keterbatasan
fisik. Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dapat
dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologi anak dan orang tua untuk prosedur
traumatic, lakukan permainan terlebih dahulu, tunjukkan sikap empati. Menurut Wong DL, 2004: 282,
yaitu dengan menjelaskan prosedur dalam istilah sederhana, tunjukkan penggunaan
alat, biarkan anak memainkan miniatur alat atau alat yang sebenarnya. Mendorong anak mengungkapkan ide dan
perasaan, puji anak untuk membantu dan berusaha bekerja sama, jangan
mempermalukan anak atas kurangnya kerja sama. Memaksimalkan manfaat
hospitalisasi anak yaitu dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
tentang penyakit anak dan prosedur keperawatan sesuai kemampuan, memberi
kesempatan pada anak mengambil keputusan dan saling mengenal dan berbagi
pengalaman. (Yupi Supartini, 2004: 189)
J.
Proses Keperawatan
1.
Pengkajian
Lakukan
pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema. Dapatkan riwayat kesehatan
dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan penambahan berat badan saat
ini, disfungsi ginjal. Observasi adanya manifestasi klinik sindrom nefrotik
anatara lain penambahan berat badan; edema; wajah sembab khususnya di sekitar
mata, timbul pada saat bangun pagi berkurang saat siang hari; pembengkakan
abdomen (acites); kesulitan pernafasan; pembengkakan labia atau skrotal; edema
mukosa usus; diare, anoreksia, absorpsi buruk; pucat kulit eksterm (sering); peka
rangsang; mudah lelah; letargi; tekanan darah normal atu sedikit menurun; kerentanan
terhadap infeksi; perubahan urin menurunnya volume urine, warnanya gelap,
berbau buah.
Bantu dengan
prosedur diagnostik dan pengujian misalnya analisa urine adanya protein,
silinder, sel darah merah; analisa gas darah protein serum (total, perbandingan
albumin/ globulin, kolesterol), jumlah darah merah, natrium serum.
(Wong DL, 2004: 550)
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam jaringan dan ruang ketiga. (Wong DL, 2004: 551)
Kelebihan
volume cairan adalah keadaan dimana seorng individu mengalami atau berisiko
mengalami kelebihan cairan intraselular atau interstisial.
Batasan
karakteristik mayor : edema, kulit menegang.
Batasan
karakteristik minor : masukan lebih banyak haluaran, sesak nafas, kenaikan
berat badan. (Carpenito LJ, 2001: 142)
b.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
yang menurun, kelebihan beban cairan. ( Wong DL, 2004: 552)
Resiko terhadap
infeksi adalah keadaan dimana seorang individu berisiko terserang agens
patogenik atau oporttunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, parasit lain)
dari sumber-sumber endogen dan eksogen. (Carpenito LJ, 2001: 204)
c.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,
penurunan pertahanan tubuh. (Wong DL, 2004: 552)
Kerusakan
integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis.
Batasan
karakteristik mayor : gangguan jaringan epidermis dan dermis
Batasan
karakteristik minor : pencukuran kuilit, eritema, lesi primer, sekunder,
pruritus. (Carpenito LJ, 2001: 304)
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan nafsu makan (Wong DL, 2004: 553)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan dimana individu yang
tidak puasa mengalami atau yang berisiko mengalami penurunan berat badan yang
berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang
tidak adekuat untuk kebutuhan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang
tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik. (Carpenito LJ, 2001: 259)
Batasan
karakteristik mayor : individu yang tidak puasa mengalami : masukan makanan
yang tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan
berat badan atau kebutuhan-kebutuhanmetabolik aktual atau potensial dalam
masukan yang berlebihan.
Batasan
karakteristik minor : berat badan 10 % - 20 % atau lebih di bawah berat badan
ideal. Kelemahan otot dan nyeri tekan, penurunan albumin serum, penurunan
transferin serum atau penurunan kapasitas ikatan-besi. (Carpenito LJ, 2001:
259)
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke jaringan (Wong DL, 2004: 553)
Intoleransi
aktivitas adalah penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang untuk melakukan
aktifitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan. (Magnan, 1987
dikutip oleh Carpenito LJ, 200: 2)
Batasan
karakteristik mayor : selama aktivitas terjadi kelamahan, pusing, dispnea. Tiga
menit setelah aktivitas pusing, dispnea, keletihan akibat aktivitas, nadi >
120 x/menit.
Batasan
karakteristik minor : pucat, sianosis, konfusi, vertigo. (Carpenito LJ, 2001:
2)
f.
Ganguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan
(Wong DL, 2004: 553)
Ganguan citra
diri adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko untuk
mengalami gangguan dalm cara penerapan citra diri sesorang.
Batasan
karakteristik mayor: respon negatif verbal atau non verbal terhadap perubahan
aktual atau dalam struktur dan atau fungsi misalnya malu, keadaan yang
memalukan, bersalah, reaksi mendadak.
Batasan
karakteristik minor : tidak melihat pada bagian tubuh, tidak menyentuh bagian
tubuh, bersembunyi atau memajankan bagian tubuh secara berlebihan, perubahan
dalam keterlibatan sosial, perasan negatif terhadap tubuh, perasaan
ketidakberdayaan, tingkah laku merusak diri. (Carpenito LJ, 2001: 348)
g.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru
(Carpenito LJ, 2001: 325)
Pola nafas
tidak efektif adalah keadaan dimana seorang individu mengalami kehilangan
ventilasi yang aktual atau potensial yang berhubungan dengan perubahan pola
pernafasan.
Batasan
karakteristik mayor : perubahan dalam frekuensi atau pola pernafasan dari nilai
dasar, perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas)
Batasan
karakteristik minor : ortopnea, takipnea, hiperpnea, pernafasan disrimik,
pernafasan sukar/ berhati-hati. (Carpenito LJ, 2001: 325)
h.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubngan dengan
keterbatasan kognitif, kurang mengingat, salah interprestasi informasi
(Doenges, 2000: 635)
Batasan
karakteristik mayor : mengungkapkan kurang penghetahuan atau ketarmpilan /
permintaan informasi, mengekspresikan ketidakakuaratan persepsi status
kesehatan.
Batasan
karakteristik minor : kurang integrasi tentang rencana pengoibatan ke dalam
aktivitas sehari-hari, ansietas. (Carpenito LJ, 2001: 223)
3.
Fokus Intervensi Keperawatan
a.
Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan
akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga. (Wong DL, 2004: 551)
Tujuan : Kelebihan volume cairan dapat berkurang atau
akumulasi cairan minimum dan dapat mempertahankan keseimbangan input dan output
Kriteria hasil : Edema berkurang, menunjukkan keseimbangan
antara output dengan input, tidak terjadi peningkatan berat badan.
Intervensi :
(1).
Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran
Ukur dan
catat masukan dan pengeluaran yang akurat
Timbang berat
badan setiap hari atau secara sering
(2).
Kaji perubahan edema
Ukur linkar
abdomen pada umbilikus untuk mengkaji asites
Panatau edema
di sekitar mata dan area dependen
Perhatikan
derajat pitting, bila ada.
Perhatikan
warna dan tekstur kulit
(3).
Uji urin untuk berat jenis, albumin
(4).
Tampung spesimen untuk pemeriksaan laboratorium
(5). Berikan kortikosteroid
sesuai program untuk menurunkan ekskresi protein urin
(6).
Berikan diuretik bila diintruksikan
(7).
Batasi cairan sesuai indikasi selama edema masif
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan. (Wong DL, 2004: 551)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi,
tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
(1). Lindungi anak dengan kontak dengan
individu terinfeksi
Tempatkan dalam ruang yang
tidak terinfeksi
Batasi hubungan dengan
individu yang terkena infeksi
Anjurkan keluarga dan
pengunjung untuk mencuci tangan sebagai pencegahan infeksi.
(2).
Observasi asepsis
medis
(3).
Gunakan tehnik mencuci tangan yang baik
(4). Jaga agar anak tetap hangat dan kering
(5). Pantau suhu anak untuk bukti awal infeksi
(6).
Ajari orangtua tentang tanda dan gejala infeksi
c.
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh. (Wong DL, 2004: 551)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integriutas kulit
Kriteria hasil : Integritas kulit dapat dipertahankan
Intervensi :
(1).
Beri perawatan kulit
(2). Hindari pakaian ketat untuk menghindari
area tertekan
(3). Bersihkan dan beri lotion atau baby oil
untuk mencegah kerusakan kulit
(4).
Topang organ edema seperti skrotum
(5).
Bersihkan kelopak mata yang mengalami edema dengan lap
salin hangat
(6). Gunakan penghilang tekanan atau matras
tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan nafsu makan (Wong DL, 2004: 551)
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubah dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
Anak mengkonsumsi jumlah makanan
bernutrisi secara adekuat, mempertahankan berat badan, tidak terjadi mual
muntah
Intervensi :
(1). Beri diet yang bergizi
(2). Batasi natrium selama
edema dan terapi steroid
(3). Tuliskan bantuan anak,
orang tua, dan ahli diet dalam formulasi diet untuk mendorong nutrisi optimal
(4). Beri makanan porsi
sedikitdan sering
(5). Beri makananspesial yang
disukai anak
(6). Beri makanan anak dengan
cara yang menarik
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan (Wong DL, 2004: 551)
Tujuan : Pasien dapat mentoleransi aktivitas dan
menghemat energi
Kriteria hasil : Menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan
kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
(1). Petahankan tirah baring
awal bila terjadi edema hebat
(2). Seimbangkan istirahat dan
aktivitas bila ambulasi
(3). Rencanakan dan beri
aktivitas tenang
(4). Instruksikan anak unutuk
istirahat bila ia mulai merasa lelah
(5). Berikan periode tanpa
gangguan
f.
Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
penampilan (Wong DL, 2004: 551)
Tujuan : Tidak terjadi gangguan citra tubuh
Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan situasi diri,
memasukkan konsep diri tanpa harga diri negative
Intervensi :
(1). Gali perasaan dan masalah
mengenai penampilan
(2). Tunjukkan aspek positif
dan bukti penurunan edema
(3). Jelaskan pada anak dan
orang tua bahwa gejala yang berhubungan dengan terapi steroid akan berkurang
bila obat dihentikan
(4). Dorong aktivitas dalam
toleransi
(5). Dorong sosialisasi dengan
anak tanpa infeksi aktif sehingga anak tidak sendirian dan terisolasi
(6). Gali area minat dan
dorong kelanjutannya.
g.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru
(Carpenito LJ, 2001: 534)
Tujuan : Pola nafas efektif atau adekuat
Kriteria hasil : Frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas
normal
Intervensi :
(1). Kaji pola pernafasan
(2). Observasi tanda-tanda
vital
(3). Berikan posisi semifowler
(4). Berikan obat diuretik
sesuai program
h.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, kurang mengingat, salah interprestasi informasi
(Doenges, 2000: 635)
Tujuan :
Keluarga pasien mengetahui tentang kondisi, cara perawatan,dan kebutuhan
pengetahuan
Kriteria hasil :
Pasien mengidentifikasi cara untuk mengkompensasi kognitif atau defisit memori.
Intervensi :
(1). Kaji pengetahuan keluarga
tentang penyakit anak
(2). Beri informasi /
pendidikan kesehatan tentang sindrom nefrotik meliputi pengertian, penyebab,
tanda gejala, diit pasien ndengan
(3). Beri kesempatan pada
keluarga untuk menanyakan hala-hal yang belum jelas
(4). Evaluasi pemahaman
keluarga tentang sindrom nefrotik
(5). Beri reinforcement
positif terhadap respon keluarga
Sepenuhnya bisa didownload disini
0 Komentar untuk "Makalah Nefrotik Syndrom"