LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN EKSOTROPIA
Asuhan Keperawatan Dengan Eksotropia. Berikut ini merupakan contoh artikel yang berjudul Asuhan Keperawatan Dengan Eksotropia.
A. PENGERTIAN
Strabismus
adalah efek penglihatan dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang
menjdi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan mata
yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah.
Sedangkan
eksotropia atau juling keluar merupakan bentuk lain dari juling yang sering
ditemukan. Bentuk juling ini paling sering terjadi saat seseorang berfokus pada
obyek yang jauh. Sering
ditemukan pada masa bayi dan anak-anak. Insidensinya meningkat seiring dengan
bertambahnya usia.
B. KLASIFIKASI
- Eksotropia dasar
Deviasi dekat kurang lebih sama dengan
deviasi jauh
- Eksotropia ok ekses deviasi (melebar yang berlebihan)
Deviasi jauh lebih besar daripada deviasi
dekat
- Eksotropia ok insuficiency convergensi (tidak bisa konvergensi)
Deviasi dekat lebih besar daripada deviasi
jauh
- Eksotropia ok ekses pseudodivergensi
Deviasi jauh jelas jelas lebih besar
daripada deviasi dekat, namun pemakaian lensa + 3 dioptri untuk pengukuran
dekat akan menyebabkan eviasi dekat mendekati deviasi jauh
C. ETIOLOGI
Penyebab
pasti belum diketahui, tetapi pada beberapa kasus unsur herediter atau
keturunan sangatlah mungkin terjadi. Tetapi mata juling lazim ditemukan pada anak-anak dengan kelainan otak,
seperti :
·
Down
syndrom
·
Hidrocephalus
·
Cerebral
palsy
·
Tumor
otak
·
Anak
yang lahir prematur
·
Kemunduran
daya penglihatan atau ambliopia
·
Kongenital
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Bila melirik, perguliran bola mata tidak
sampai ke ujung
2. Mata yang tidak lurus
3. Penutupan atau memicingkan satu mata pada
cahaya terang
4. Bila melihat obyek jauh, akan ada 2
bayangan
E. PATOFISIOLOGI
Anatomi
indera penglihatan dikatakan normal jika bayangan sebuah benda yang dilihat
oleh kedua mata diterima dengan ketajaman yang sama. Bayangan ini secara
serentak akan dikirim ke Susunan Saraf Pusat (SSP) untuk diolah sensasi
penglihatan tunggal, penglihatan tunggal ini bisa terjadi kalau kedua mata
dapat mempertahankan daya koordinasi untuk menjadikan kedua bayangan suatu
benda menjadi satu (fusi). Sebaliknya fusi akan hilang bila daya penglihatan salah
satu mata berkurang atau bahkan tidak ada.
Pada
penderita mata juling, mata tidak mempunyai satu kesatuan titik pandang.
Kedudukan sumbu kedua bola mata itu tidak searah, akibatnya mata akan melihat
dua benda atau dua bayangan (diplopia). Untuk menghindari penglihatan rangkap
ini, penderita strabismus lalu berusaha supresi atau tidak menggunakan matanya
yang sakit. Mereka hanya akan melihat dengan matanya yang sehat. Sebab itu,
penderita strabismus sering mengeluh mudah lelah atau merasa penglihatannya berkurang
pada satu matanya.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ü Menurut dr. Raman R. Saman, M.D. Ophth.,
AMS, MBA, ahli mata dari RS Prof. Dr. Isak Salim ”Aini” Jakarta mengungkapkan
bahwa untuk mengetahui penyebab lebih lanjut perlu pemeriksaan menyeluruh mulai
dari anatomi mata, fafal atau fisiologi, sampai apakah sipenderita mengidap
penyakit tertentu.
ü Tes mata : tes pemeriksaan penglihatan
G. PENATALAKSANAAN
ü Kalau masalahnya berhubungan dengan
refraksi atau ketajaman penglihatan bisa ditanggulangi dengan kacamata.
Kacamata bisa spheris, silinder atau prism, bisa juga dengan lensa kontak
(terutama bagi yang minusnya tinggi)
ü Koreksi bedah refraktif untuk mengurangi
kelainan rabun dengan menggunakan pisau bedah atau laser excimer
ü Bila persoalannya menyangkut otot, bisa
dilakuakn pembedahan sesuai dengan kebutuhan misalnya otot yang kepanjangan
dipendekkan (diresek), sebaliknya otot yang kepanjangan dipendekkan dengan
menggeser lokasi perlekatan pangkal otot (reses terhadap insersi otot)
ü Bila juling akibat kecelakaan (trauma),
umumnya dikoreksi dengan tindakan pembedahan
PATHWAYS(terlampir)
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori perseptual : penglihatan
b.d. daya penglihatan menurun
2. Resiko cedera berhubungan penglihatan
ganda (diplopia)
3. Resti infeksi b.d. post de entry kuman
4. Resiko gangguan harga diri rendah b.d.
perubahan penampilan
5. Nyeri b.d. tindakan invasif
6. Ansietas b.d. kurang informasi tentang
prosedur operasi
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori perseptual : penglihatan
b.d. daya penglihatan menurun
Tujuan : Daya penglihatan membaik dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat melihat dengan jelas
b. Mata tidak mudah lelah
c. Visus mata tidak menurun
Intervensi :
§ Tentukan ketajaman penglihatan, catat
apakah satu atau dua mata terlibat
Rasional : kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab
kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif, bila bilateral tiap mata
tetap berlanjut pada laju yang berbeda tetapi biasanya hanya satu mat yang
diperbaiki per prosedur
§ Orientasikan pasien terhadap lingkungan,
perawat, pasien lain di sekitarnya.
Rasional : meningkatkan rasa nyaman dan kekeluargaan
§ Letakkan barang yang dibutuhkan dalam
jangkauan
Rasional : memungkinkan pasien melihat obyek lebih mudah
§ Observasi tanda-tanda disorientasi ;
pertahankan pengaman tempat tidur
Rasional : menurunkan resiko jatuh apabila pasien bingung
akibat keterbatasan penglihatan
2. Resiko cedera berhubungan penglihatan
ganda (diplopia)
Tujuan : pencegahan terhadap cedera dengan KH :
a. Tidak terjadi cedera pada mata
b. Mampu melakukan aktifitas dengan aman di
lingkungannya
Intervensi :
§ Orientasikan pasien pada lingkungan
R : meningkatkan keamanan mobilitas dalam
lingkungan
§ Bantu pasien menata lingkungan, jangan
mengubah penataan meja kursi tanpa diorientasikan pada pasien terlebih dahulu
R : memfasilitasi kemandirian dan menurunkan
resiko cedera
§ Anjurkan menggunakan perisai metal atau
kacamata bila diperintahkan
R : tameng logam atau kacamata melindungi mata
terhaap cedera
DAFTAR PUSTAKA
Vaughan, Daniel G. Ashbury, Taylor.
Riordan-Eva, Paul. 2000. ”Oftalmologi
Umum ”. Jakarta: Widya Medika
Doengoes, Marylinn E. 2000. ”Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien”. Jakarta: EGC
Smetlzer, Suzanne C. Bare, Brenda G. 2002.
”Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8”. Jakarta: EGC
Demikian artikel Asuhan Keperawatan Dengan Eksotropia. Bagi yang ingin mendownload artikel Asuhan Keperawatan Dengan Eksotropia. sepenuhnya bisa didownload disini
0 Komentar untuk "Asuhan Keperawatan Dengan Eksotropia"