LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN LIMFOMA NON HODGKIN
Pengertian
Limfoma Non
Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali
dari jaringan limfoid (limfosit B dan
sistem sel limfosit T).
Penyebab
Penyebab LNH belum jelas diketahui.
Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh
rangsangan imunologik persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid
tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr terutama pada
limfoma Burkitt. LNH kemungkinan ada kaitannya dengan faktor keturunan karena
ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko
anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan
orang lain yang tidak termasuk keluarga itu (Gani, 1995).
Klasifikasi
LNH dibedakan dari LH (Limfoma
Hodgkin) berdasarkan variasi histopatologi. Beberapa klasifikasi LNH yang
pernah dilaporkan disampaikan antara lain oleh Rappaport (1966) didasarkan pada
sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna dalam kelenjar limfe dan
membedakan antara tipe nodular dimana sel-sel neoplastik berkelompok dan tipe
difus. Lukes-Collins ( 1974) membagi LNH berdasarkan prinsip imunologi dan
fisiologi limfosit yang terlibat dan membedakan LNH yang berasal dari limfosit B (70%) dan limfosit T. Klasifikasi
terbaru yang dikenal sebagai formula kerja merupakan hasil kerjasama berbagai
institusi internasional yang didasarkan pada imunologi, fisiologi limfosit,
morfologi serta tingkahlaku biologi dari limfoma.Formula kerja membedakan LNH
berdasarkan derajat keganasan (median kemungkinan hidup) yang meliputi derajat
keganasan rendah, sedang dan tinggi. Klasifikasi selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Formulasi Kerja
|
Rappaport
|
Lukes-Collins
|
Kiel
|
Keganasan Rendah:
-Small
Lymphocyte/Plasmacytoid
-Foll.Predominancy Small Cleaved Cell
-Foll.Mixed Small and Large Cell
|
DLWD
Fool.LPD
Foll.MLH
|
SL + PL
Foll SCL
|
L + Lpl
Foll.CB CC*
Foll.CB.CC*
|
Keganasan
Menengah:
-Foll.Predominancy Large Cell
-Diffuse Small Cleaved Cell
-Foll.Mixed Small and Large Cell
-Foll.Mixed Large Cell and Non-Cleaved
|
Foll.H
DLPD
DMLH
DH
|
Foll.LCl + Foll NLCl
DSCl
DLCl +DLNCl
|
Foll.CB CC*
DCC
DCB CC* + DLpl
Pol
DCB CC** + DCC** + DCB
|
Keganasan Tinggi:
-Large
Cell, Immmunoblastic
-Lymphoblastic
-Small
Non-Cleaved Cell
|
DH
Dlbl
Du Dtt-Non Btt
|
Imb
Con L
SNCL
|
Imb
Lbl Con
Lbl Btt + B
|
Jenis Lain (Composite):
-True
Histiocytic
-Unclassified
-Dll.
|
True Histiocytic
Unclassified
|
Keterangan
singkatan:
D = Diffuse, Foll =
Follicular, LWD = Lymphocytic Well Differenciated, MLH = Mixed Lymphocytic
Histiocytic, H = Hystiocytic, Lbl = Lymphoblastic, SL = Small Lymphocyte, U =
Undifferencyated, Pl L = Plasmacytoid Lymphocyte, S Cl = Small Cleaved, L Cl =
Large Cleaved, LN Cl = Large Non-Cleaved, Imb = Immunoblastic, Con =
Convoluted, SNCl = Small Non Cleaved, L = Lymphoblastic, L pl =
Lymphoplasmacytic/cytoid, CC = Centrocytic, CB = Centrobalstic, LBl Btt =
Lymphoblastic Burkitt, * = Small, ** = Large
Patofisiologi
Telah diketahui bahwa penjalaran
penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan melibatkan rantai kelenjar getah
bening yang saling berhubungan dan merambat dari satu tempat ke tempat yang
berdekatan. Walaupun demikian, hubungan antara kelenjar getah bening pada leher
kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang
terlihat pada LNH jenis difus.
Rosenberg melaporkan bahwa pada
semua penderita dengan jangkitan pada sum-sum tulang juga didapati jangkitan
pada kelenjar getah bening para aorta yang terjadi sebelum atau bersamaan
dengan terjadinya jangkitan pada sum-sum tulang. Tetapi bila sum-sum tulang
terkena lebih dahulu, didapatkan bahwa 25 % penderita LNH folikular tidak
menunjukkan terjadinya jangkitan pada kelenjar getah bening aorta.
Chabner melaporkan bahwa penyebaran
ke kelenjar mesentrium, portal dan ke organ-organ lain di bawah diafragma
terjadi 80 % pada penderita dengan limfangiogram positif dan 18 % pada
penderita dengan limfangiogram negatif.
Chabner juga menunjukkan bahwa hasil limfagiogram negatif akan menyisihkan
adanya jangkitan penyakit pada hati.
Walaupun pada LNH timbul
gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat pada
malam hari) insidensnya lebih rendah daripada penyakit Hodgkin. Ditemukan
adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, dapat menyerang satu atau seleuruh
kelenjar limfe perifer. Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan tetapi sering
ditemukan adanya efusi pleura. Kira-kira 20 % atau lebih penderita menunjukkan
adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi
yang tidak teratur. Sering didapatkan dapat menyerang lambung dan usus halus
yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak lambung, anoreksia,
penurunan berat badan, nausea, hematemesis dan melena. Pada limfoma histiositik
difus, limfe tonsil pada orofaring dan nasofaring (cincin Waldeyer) juga dapat
terserang, yaitu sekitar 15 % sampai 30 % (Johnson, 1988)
Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun
jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik
sel besar). Berikut ini Skema tentang Limpoma terhadap sel tubuh (terlampir)
Stadium
Penentuan stadium merupakan salah
satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status
penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil
terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn
Arborr (1971) sebagai berikut:
STADIUM
|
INTERPRETASI
|
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
|
Terserang satu kelenjar
limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik
Terserang lebih dari satu
kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Terserang kelenjar limfe
diatas dan di bawah diafragma atau
disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Tersebar menyeluruh pada
organ ekstra limfatik dengan atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.
|
Terapi
Terapi terpilih untuk
penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi
lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma
histiositik difus. Penderita penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi
kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik yang sering dipakai pada LNH
adalah:
Obat
|
Pemberian
|
Toksisitas
|
||
Generik
|
Dangang
|
Akut
|
Jangka
Panjang
|
|
Agen Alkil:
Cyclophospamide
Antibiotik:
Doxorubicin
Alkaloid alam:
Vincristin
Adrenokortikoid:
Prednison
|
Cytoxan,
Endoxan
Adriamycin
Oncovin
Orasone,
Deltasone
|
IV,
Oral
IV
IV
Oral
|
Nausea
Vesikel berat dengan
nekrosis jaringan, nausea
Flebitis lokal, nausea
Gangguan saluran cerna,
retensi air
|
Alopesia, sistitis
hemo-ragik, miolosupresi, imunosupresi, amenorea, steril pada pria.
Mielosupresi, Alopesia,
Toksisitas pada jantung dengan dosis kumulatif
Neuropati perifer,
miopati, alopesia.
Gangguan sal. cerna,
diabetes kimiawi, retensi air, osteoporosis, psikosis.
|
FOKUS PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges
dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.
Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum
-
Kehilangan produktivitas dan penurunan tolenrasi
aktivitas
-
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda:
-
Penurunan kekuatan, bahu merossot, jalan lamban, dan
tan-tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
2.
Sirkulasi:
Gejala:
-
Palpitasi, nyeri dada
Tanda:
- Takikardia,
disritmia
- Sianosis wajah akibat obstruksi drainase
vena karena pembesaran kelenjar limfe (jarang terjadi)
-
Ikterus sklera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi
duktus empedu (tanda lanjut)
-
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3.
Integritas ego:
Gejala:
-
Gejala-gejala stres yang berhubungan dengan ancaman
kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostik dan
terapi serta masalah finansial (biaya pemeriksaan dan pengobatan, kehilangan
pekerjaan)
Tanda:
-
Perilaku menarik diri, marah, pasif-agresif
4.
Eliminasi:
Gejala:
-
Perubahan karakteristik urine dan atau feses
-
Riwayat obstruksi usus, sindrom malabsobsi (infiltrasi
kelj.limfe retroperitoneal)
Tanda:
-
Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali
-
Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali
-
Penurunan haluaran urine, warna lebih gelap/pekat,
anuria (obstruksi uretral, gagal ginjal)
-
Disfungsi usu dan kandung kemih (kompresi spinal cord
pada gejala lanjut)
5.
Makanan dan cairan:
Gejala:
-
Anoreksia
-
Disfagia (tekanan pada esofagus)
-
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan ≥ 10
% dalam 6 bulan tanpa upaya diet pembatasan.
Tanda:
-
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau
ekstremitas atas (kompresi vena cava superior)
-
Edema ekstremitas bawah, asites (kompresi vena cava
inferior oleh pembesaran kelj.limfe intraabdominal)
6.
Neurosensori:
Gejala:
-
Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya
kompresi akar saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbar dan
pleksus sakral
-
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda:
-
Status mental letargi, menarik diri, kurang
minat/perhatian terhadap keadaan sekitar.
-
Paraplegia (kompresi batang spinal, ketelibatan diskus
intervertebralis, kompresi suplai darah terhadap batang spinal)
7.
Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
-
Nyeri/nyeri tekan pada nodus yang terkena misalnya pada
sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri
tulang (keterlibatan tulang limfomatus)
Tanda:
-
Fokus pada diri sendiri, perilaku hati-hati.
8.
Pernapasan:
Gejala:
-
Dispnea pada saat aktivitas atau istirahat, nyeri dada.
Tanda:
-
Dipnea, takipnea
-
Batuk nonproduktif
-
Tanda-tanda distres pernapsan (frekuensi dan kedalaman
pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu pernapsan, stridor, sianosis)
-
Parau (paralisis laringeal akibat tekanan pembesaran
kelj. Limfe terhadap saraf laringeal)
9.
Keamanan:
Gejala:
-
Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas
sistem imun seperti infeksi herpes sistemik,TB, toksoplasmosis atau infeksi
bakterial.
-
Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster.
-
Demam Pel Ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai
beberapa minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil.
-
Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo
(hipopigmentasi).
Tanda:
-
Demam (suhu tubuh > 380C) menetap dengan etiologi
yang tidak dapat dijelaskan, tanpa gejala infeksi
-
Kelj. limfe asimetris, tak nyeri, membengkak/membesar
terutama kelj. limfe servikal (kiri > kanan), nodus aksila dan mediastinum
-
Pembesaran tonsil
-
Pruritus umum
-
Sbagian area kehilangan melanin (vitiligo)
10. Seksualitas:
Gejala:
-
Masalah fertilitas, kehamilan dan penurunan libido
akibat efek terapi.
11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-
Pengetahuan tentang faktor risiko dalam keluarga.
-
Pengetahuan tentang faktor risiko lingkungan (pemajanan
agen karsinogenik kimiawi)
Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan
diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan
|
Interpretasi Hasil
|
Hitung Darah
Lengkap:
-SDP
-Diferensial
SDP
-SDM dan
Hb/Ht
Eritrosit:
-Morfologi
SDM
-LED
-Kerapuhan
eritrosit osmotik
-Trombosit
-Test
Coomb
Serum:
-Besi
serum dan TIBC
-Alkalin
fosfatase
-Kalsium
serum
-Asam
urat serum
-BUN
-Globulin
Foto
thoraks, vertebtara, ekstremitas proksimal, pelvis dan area tulang nyeri
tekan.
CT Scan
dada, abdominal, tulang
USG
abdominal
Biopsi
sum-sum tulang
Biopsi
nodus limfe
Mediatinoskopi.
|
Variasi
normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Neutofilia,
monosit, basofilia dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai
gejala lanjut.
Menurun
Normositik,
hipokromik ringan sampai sedang.
Meningkat
selama tahap aktif (inflamas, malignansi)
Meningkat
Menurun
(sum sum tulang digantikan oleh limfoma atau hipersplenisme)
Reaksi
positif (anemia hemolitik), reaksi negatif pada tahap lanjut.
Menurun
Meningkat
pada eksaserbasi
Mungkin
meningkat bila tulang terkena
Meningkat
(destruksi nukleoprotein, keterlibatan hati dan ginjal)
Mungkin
meningkat bila ginjal terlibat.
Hipogammaglobulinemia
umum dapat terjadi pada penyakit lanjut.
Dilakukan
untuk area yang terkena dan membantu penetapan stadium penyakit.
Dilakukan
bila terjadi adenopati hilus dan memastikan keterlibatan nodus limfe
mediatinum, abdominal dan keterlibatan tulang.
Mengevaluasi
luasnya keterlibatan nodus limfe retroperitoneal
Menentukan
keterlibatan sum sum tulang, invasi sum sum tulang terlihat pada tahap luas
Memastikan
klasifikasi diagnosa limfoma.
Mungkin
dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus mediatinal.
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola
pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial akibat pembesaran
kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2. Keletihan
b/d peningkatan kebutuhan metabolik (proses keganasan) dan perubahan kimiawi
tubuh sebagai efek kemoterapi.
3. Perubahan
membran mukosa oral bd efek samping agen kemoterapi dan radiasi
4. Kerusakan
integritas kulit/jaringan b/d efek radiasi dan kemoterapi
5. Perubahan
pola seksualitas bd kelelahan, kecemasan dan efek kemoterapi/radiasi.
6. Perubahan
proses keluarga bd perubahan situasi (perubahan peran/status ekonomi keluarga,
ancaman kehilangan/perpisahan dengan anggota keluarga)
7. Kurang
pengetahuan tentang penyakit, prosedur diagnostik dan terapi bd kurangnya
pemaparan informasi.
8. Kurang
nutrisi bd anoreksia, nausea, disfagia
9. Gangguan
konsep diri (gambaran diri) b/d perubahan bentuk/struktur tubuh (pembesaran
kelenjar limfe)
10. Risiko
tinggi terhadap infeksi bd ketidakadkuatan sistem imunitas tubuh dan terapi
imunosupresif (supresi sum-sum tulang belakang)
11. Risiko
tinggi terhadap konstipasi/diare bd iritasi mukosa gastrointestinal (efek dari
kemoterapi, radiasi)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx.1 Pola
pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial
Intervensi dan Rasional:
- Kaji/awasi frekuensi pernapsan, kedalaman, irama, adanya dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan dan gangguan ekspansi dada.
-
Perubahan seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot
aksesori dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan kelenjar limfe
mediastinal yang membutuhkan intervensi lebih lanjut.
- Bantu perubahan posisi secara periodik
-
Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu
mobilisasi sekresi
- Ajarkan teknik napas dalam (bibir, difragma, abdomen)
-
Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu
mobilisasi sekresi
- Kaji/awasi warna kulit, perhatikan adanya tanda pucat/sianosis)
-
Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa
oksigen darah dan dapat menimbulkan hipoksemia.
- Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas
-
Penurunan oksigenasi seluler menurunkan toleransi
aktivitas, istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahan dan
dispnea.
- Observasi distensi vena leher, nyeri kepala, pusing, edema preorbital, dispnea, stridor.
-
Klien LNH dengan sindrom vena cava superior dan
obstruksi jalan napas menunjukkan kedaruratan onkologis.
Sepenuhnya bisa didownload disini
0 Komentar untuk "Asuhan Keparawatan Pada Klien Dengan Limpoma Not Hudgkin ( LNH)"