MAKALAH DEMAM BERDARAH (DENGUE HEMORAGIC FEVER/DHF)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengue Hemoragic Fever (DHF) atau yang biasa disebut
dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Kristina,
Isminah, W Leny, 2005).
Penyakit DHF
cenderung meningkat dan meluas ke seluruh wilayah nusantara. Di beberapa negara
penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya musim, jumlah kasus biasanya
meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan. Di Indonesia pengaruh musim
terhadap DBD tidak begitu jelas, tetapi secara garis besar dapat dikemukakan
bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September sampai bulan Februari
dan mencapai puncaknya pada bulan Januari (Rezeki S. Hadinegoro. Hindra Irawan
Satari, 2004).
Berdasarkan jumlah kasus DHF, Indonesia
merupakan urutan yang kedua setelah Thailand (Rezeki S. Hadinegoro.
Hindra Irawan Satari, 2004).
Di Indonesia kejadian luar biasa (KLB) demam
berdarah dengue terbesar terjadi pada tahun 1998 dengan incidence rate
(IR) 35,19 per 100.000 penduduk. Pada
tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17 %, namun tahun – tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000), 21,66 (tahun 2001), 19,24(tahun
2002), dan 23,87 (tahun 2003) (Rezeki S. Hadinegoro. Hindra Irawan Satari,
2004).
Cara menanggulangi
demam berdarah adalah dengan memberantas sarang nyamuk (PSN) dan program
menguras, menutup dan mengubur atau sering di sebut dengan 3 M. Upaya lain yang
dapat dilakukan adalah pengasapan (fogging), di beberapa daerah dikategorikan
rawan demam berdarah. Dapat pula dilakukan pengendalian secara kimiawi seperti
memberikan bubuk abate, serta pengendalian secara biologis seperti menggunakan
ikan untuk memakan jentik nyamuk. Untuk lebih efektif dapat dilakukan dengan 3
M Plus yaitu menutup, menguras dan mengubur selain itu juga melakukan beberapa
plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan bubuk abate (Kristina,
Isminah, W Leny, 2005).
Dari beberapa data
yang muncul diatas tersebut, penulis dalam pengambilan judul laporan uji
komprehensif ini ingin memahami dan mampu melakukan pengelolaan asuhan
keperawatan pada anak dengan DHF.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada anak dengan Dengue Hemoragic Fever
dengan benar.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian terhadap pasien
dengan DHF.
b. Dapat merumuskan masalah yang muncul dari
pasien dengan DHF.
c. Dapat menyusun rencana asuhan keperawatan
sesuai masalah yang ada.
d. Dapat melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai dengan rencana.
e. Mampu mengevaluasi perkembangan klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Dengue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan dapat enyerang semua orang terutama anak – anak dan dapat
menyebabkan kematian (Departemen Kesehatan RI, 2000). Lebih lanjut (Smeltzer,
2001) merumuskan Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh vektor virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti. Sedangkan menurut (Nelson,
2000) Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah Demam dengue yang disebabkan oleh
beberapa virus yang dibawa arthropoda, ditandai dengan demam. Selain itu DHF
dapat didefinidikan sebagai suatu penyakit demam akut disebabkan oleh virus
yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang menyerang
pada anak, remaja dan orang dewasa yang ditandai dengan demam, nyeri otot dan
sendi, manifestasi perdarahan dan cenderung terjadi syok yang dapat menimbulkan
kematian (Hendaranto, 1997).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang dapat ditularkan
melalui nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri otot dan
sendi, syok serta dapat menimbulkan kematian.
B. Etiologi
Pada
umumnya maysarakat kita mengetahui penyebab dari DHF adalah melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti. Virus dengan serotive 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan
melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup di kawasan tropis dan
berkembangbiak pada sumber air yang tergenang (Smeltzer, 2001).
C. Pathofisiologi
Hal
pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia
yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal – pegal seluruh tubuh dan hal lain yang dapat terjadi adalah pembesaran
hati (hepatomegali).
Peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke
ruang ekstra seluler akibatnya terjadi pengurangan volume plasma, penurunan
tekanan darah. Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya
saat terjadi renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatn hematokrit lebih dari
20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Setelah pemberian
cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
teratasi sehingga pemberian cairan intravena dikurangi kecepatandan jumlahnya
untuk mencegah terjadinya udem paru, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan
yang cukup penderita akan mengalami renjatan (Pice. Sylvia A dan Lartainne M
Wilson. 1995).
Pathway terlampir
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang
mincul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 – 15
hari. Penderita biasanya mengalami demam akut sering disertai tubuh menggigil.
Gejala klinis lain yang timbul dan sangat
menonjol adalah terjadinya perdarahan, perdarahan yang terjadi dapat berupa
perdarahan pada kulit, perdarahan lainseperti melena. Selain demam dan
perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran klinis lain yang tidak khas
dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah
1. Keluhan pada pernafasan seperti batuk, pilek
dan sakit waktu menelan.
2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual,
muntah, tidak nafsu makan, diare dan konstipasi.
3. Keluhan sistem tubuh yang lain diantaranya
sakit kepala, nyeri pada otot dan sendi, nyeri ulu hati, pegal – pegal di
seluruh tubuh.
Klasifikasi DHF
DHF
dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, WHO (1986)
membagi menjadi empat kategori (Soegeng Soegijanto, 2002)
1. Derajat I
Adanya demam tanpa perdarahan
spontan, manifestasi perdarahan hanya berupa torniket tes yang positif.
2. Derajat II
Gejala demam yang diikuti
perdarahan spontan, biasanya berupa perdarahan di bawah kulit.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi
yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, cianosis sekitar
mulut, hidung dan ujung jari (tanda – tanda awal renjatan).
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi
tak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
E. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosa DHF perlu dilakukan
berbagai pemeriksaan lab antara lain pemeriksaan darah dan urine. Pada
pemeriksaan darah akan dijumpai :
·
Trombositopenia
·
Hemoglobin meningkat
·
Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
·
Hasil kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia.
F. Penatalaksanaan
Penderita DHF
memerlukan perawatan yang serius dan dapat berakibat fatal dan kematian bila
terlambat diatasi, penatalaksanaannya sebagai berikut (Christantie Effendy,
1995) :
·
Tirah baring
·
Diet makan lunak
·
Minum banyak 2 –2,5 liter/24 jam
·
Pemberian cairan intravena
·
Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam, jika
dondisi pasien memburuk
·
Periksa Hb, Ht, Trombosit tiap hari
·
Pemberian obat anti piretik
·
Monitor tanda – tanda perdarahan lebih lanjut
·
Pemberian
anti biotik, kolaborasi dengan dokter
G.
Konsep Tumbuh Kembang Anak dan Hospitalisasi
Pertumbuhan dan perkembangan
merupakan dua proses yang saling berkesinambungan Pertumbuhan adalah proses bertambahnya ukuran
berbagai organ disebabkan karena peningkatan ukuran dari masing – masing sel
dalam kesatuan sel pembentuk organ tubuh. Perkembangan adalah suatu proses
pematangan majemuk yang berhubungan dengan aspek diferensiasi bentuk atau
fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi (Suryanah, 1996).
Pertumbuhan dan perkembangan anak dibagi
beberapa kelompok usia yaitu :
1.
Usia Infant
Masa
infant terdiri dari masa neonatus (lahir sampai 4 minggu) dan masa bayi (4
minggu sampai 1 tahun).
Pertumbuhan fisik yang terjadi
adalah saat lahor berat badannya 2500
sampai 3500 gram, panjang badan 47 sampai 52 cm, lingkar kepala 33
sampai 35 cm, lingkar dada 30 sampai 38 cm. Pada akhir tahun pertama terjadi
kenaikan panjang badan 25 cm dan berat badan 1,5 sampai 2 kg setiap tahun,
mulai tumbuh gigi pada usia 6 sampai 7 bulan dan eontanel sudah menutup pada usia
2 bulan (Suryanah, 1996; Wong, 2003).
Pada masa ini merupakan periade
vital untuk mempertahankan hidupnya dan agar dapat melaksanakan perkembangan
selanjutnya. Pada saat ini terjadi apa yang disebut sebagai belajar untuk
belajar secara maksimal. Oleh para ahli dikatakan bahwa semakin banyak
rangsangan yang tepat diberikan pada bayi disaat yang tepat pula, akan makin
besar pula kemungkinan bayi untuk lebih cerdas (Suryanah, 1996).
Menurut Sigmund
Freud (1856-1939), perkembangan
psikoseksual anak berada pada tahap fase oral. Daerah pokok kegiatan dinamakan
adalah mulut, mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan yang dapat berasal dari
makanan atau minuman pada saat disusui atau disuapi.
Menurut Erik Erikson (1902), pada
masa ini anak anak berada pada tahap kepercayaan versus ketidakpercayaan.
Timbulnya kepercayaan dasar diawali dari tahap sensorik oral yang ditandai
dengan bayi tidur tenang dan nyenyak, menyantap makanan atau minuman dengan
nikmat dan defekasi dengan mudah dan lancar.
Untuk perkembangan motorik, bayi
sudah dapat telungkup dan kembali pada posisi semula, dapat duduk dengan kepala
dan punggung tegak, mampu memegang tangan dan memandangnya, bayi sudah dapat
mencoba meraih objek dengan tangan dan menggenggam objek. Untuk perkembangan
sensori secara visual dapat mengikuti objek yang dijatuhkan, dapat melokalisasi
bunyi yang dibuat diatas telinga dan mempunyai kesukaan rasa. Untuk
perkembangan bahasa, bayi dapat tertawa keras dan menjerit, mulai mengikuti
bunyi – bunyian, dan berespon terhadap perintah verbal. Untuk perkembangan
sosialisasi dan kognitif bayi mulai mengenal wajah dan objek dan menunjukkan kewaspadaan terhadap situasi
asing (Wong, 2003).
Untuk perkembangan moral, pada masa
ini tingkah laku didominasi oleh dorongan naluriah dan tidak bisa dinilai
sebagai tingkah laku bermoral atau tidak (Syamsu Yusuf, 2004).
2. Usia Toddler
Masa toddler merupakan masa umur
antara 1 – 3 tahun. Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai penambahan berat badan
sebanyak 2,2 kg pertahun dan tinggi badan akan bertambah 7,5 cm pertahun.
Proporsi tubuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada
kepala dan badan. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm pertahun dan fontanel
anterior menutup pada usia 15 bulan (Betz, 2002).
Pada perkembangan motorik anak dapat
berjalan sendiri dengan jarak kaki lebar, merayap pada tangga, membangun menara
dari dua balok, membuka kotak, dan membalik halaman buku (Betz, 2002). Pada
perkembangan moral anak berada pada tahap prakonvensional yaitu anak mempunyai
konsep tentang benar dan salah terbatas dan orang tua mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perkembangan kesadaran anak (Betz, 2002).
Menurut Freud (1856 – 1939), anak
pada masa anal yang ditandai dengan perkembangan kepuasan dan tidakkepuasan
disekitar eliminasi, tugas perkembangan yang paling penting adalah latihan
kebersihan atau toilet training. Menurut Erikson (1902), anak pada fase
kemandirian versus perasaan malu dan keragu raguan yaitu anak secara bertahap
berusaha belajar mengendalikan diri. Apabila ia tidak diberikan kesempatan dan
terlalu banyak dikendalikan dari luar akan timbul bibit rasa malu dan ragu yang
berlebihan.
3. Usia Pra Sekolah
Masa pra sekolah dimulai pada usia 3
– 5 tahun. Berat badan bertambah 1,5 – 2,5 kg pertahun, tinggi badan bertambah
7,5 cm pertahun, pada masa ini mulai
terjadi pergantian gigi susu ke gigi permanan (Suryanah, 2002). Masa pra
sekolah disebut juga ”usia bermain” dimana permainan memegang peran penting
dalam kehidupan anak (Suryanah, 2002).
Untuk perkembangan motorik, anak
sudah dapat melompat mengendarai sepeda roda tiga, membangun menara dari
sepuluh kubus, menggambar, menggunting dan mengikat tali sepatu. Dalam
hubungannya dengan keluarga anak berusaha menyesuaikan diri dengan permintaan
mereka den berusaha menyenangkan orang tua (Wong, 2003).
Menurut Freud ( 1856 – 1939), anak
berada pada fase falik yaitu anak kelamin sebagai daerah organ terpenting.
Sebagai pusat dinamika perkembangan adalah perasaan seksual dan agresif karena
mulai berfungsinya alat kelamin. Menurut Sulivan (1892 – 1949), anak berada
pada fase kanak – kanak yang ditandai dengan anak mulai mengucapkan kata – kata
hingga timbulnya kebutuhan terhadap kawan bermain. Menurut Erikson (1902), anak
berada pada tahap inisiatif versus rasa bersalah pada tahap ini, anak sangat
aktif dan banyak bergerak serta mulai mengembangkan kemampuan untuk hidup
bermasyarakat dan ditandai dengan adanya keseimbangan adanya perkembangan fisik
dan psikologis.
4. Usia Sekolah
Masa ini dimulai pada anak usia 6 – 12 tahun.
Penambahan berat badan dan pertumbuhan berlanjut dengan lambat. Tinggi badan
bertambah sedikitnya 5 cm pertahun. Pada anak laki – laki penambahan tinggi
badan lambat dan berat badan cepat, sedangkan pada anak perempuan mulai tampak
perubahan pada daerah pubis. Untuk perkembangan mental, anak sudah mampu
menggambarkan objek umum dengan mendetai, tidak semata mata pengguaannya dan
mampu mengenal waktu, tanggal, hari dan bulan. Untuk personal sosial anak lebih
dapat bersosialisasi dan tertarik pada hubungan laki – laki perempuan tetapi
tidak terikat (Wong, 2003).
Menurut Freud, anak anak pada ease
laten yaitu anak harus berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial,
misalpelajaran sekolah, hubungan kelompok sebaya. Pada fase ini anak lebih
mudah dididik dari pada fase sebelumnya ataupun sesudahnya. Menurut Sullivan,
anak pada fase juvenile yaitu anak mulai tunduk pada otoritas diluar keluarga
dan mulai belajar bersaing serta bekerja sama dengan teman sebaya.
Menurut Erikson, pada masa ini anak anak berada pada tahap
berkarya versus rasa rendah diri. Anak berusaha merebut perhatian dan
penghargaan atas karyanya. Timbulnya rasa rendah diri apabila dirinya kurang
mampu dibanding temannya.
5. Remaja
Masa ini dimulai pada usia 12 – 20
tahun. Menurut Sullivan, masa remaja dibagi menjadi 3 kelompok yaitu masa
praremaja (12 – 14 tahun), remaja awal (14 – 17 tahun) dan remaja akhir (17 –
20).
Masa remaja diawali dengan
pertumbuhan yang cepat dimana tinggi badan anak bertambah 10 cm pertahun. Dan
terjadi penumpikan jaringan lemak dibawah kulit sehingga berat badan bertambah.
Pada wanita, lemak banyak terdapat pada daerah panggul, buah dada dan anggota
gerak. Sedangkan pada anak laki – laki terjadi penbesaran penis, testis dan
skrotum. Kemudian tumbuh rambut pada pubis, disusul dengan perubahan suara
(Suryanah, 1996).
Perkembangan psikis pada usia
praremaja adalah minat bermain menghilang, menunjukkan rasa malu, dan sulit
diberi tanggung jawab serta membentukkelompok dan sangat setia dengan
kelompoknya. Pada usia renaja awal, dorongan nafsu seksual semakin besar dan emosi
lebih dominan dari pada rasio. Untuk usia remaja akhir mulai muncul sikap
pertimbangan dan pengambilan keputusan berdasarkan kekuatan diri sendiri, mudah
tersinggung, mudah kasihan, mudah bertindak kejam, mudah terharu dan mudah
marah (Suryanah,1996).
Menurut Freud, anak berada pada fase
pubertas dan menurut Erikson, anak berada pada tahap identitas versus kekacauan
identitas atau difusi peran. Orang tua sebagai figur identifikasi mulai
luntur dan mencari figur lain.
Hospitalisasi
a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Dampak dari perpisahan orang tua
sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia
lebih dari enam bulan terjadi kecemasan apabila berhadapan dengan orang yang
tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada anak ini
adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap kecemasannya
( Yupi Supartini, 2001).
b. Masa toddler (1 sampai 3 tahun)
Anak usia toddler
bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Stress yang
utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak sesuai denagn
tahapannya yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap
protes perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang
tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa
adalahmenangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk
bermain dan makan, sedih dan apatis. Pada tahap pengingkaran adalah mulai menerima
perpisahan membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkunganya (Yupi Supartini, 2001).
c. Masa Prasekolah (3 sampai 6 tahun)
Reaksi terhadap
perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan,
sering bertanya, menangia walaupun secara berlahan dan tidak kooperatif
terhadap tenaga kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan
adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan
dirinya. Ketakutan terhadap perlukaan muncul karena anak mengangga tindakan dan
prosedur mengancam integritas tubuhnya (Yupi Supartini, 2001).
d. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di
rumah sakit memaksa anak berpisah dari lingkungan yang dicintainya yaitu
keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan
kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga. Anak kehilangan
kelompok sosialnya. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan
denagn ekspresi baik secara verbal maupaun non verbal. Karena anak sudah mampu
mengkomunikasikanya (Yupi Supartini, 2001).
e. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun) Anak
mulai mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan timbulnya perasaan
cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.apabial harus dirawat di
rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau
tenaga kesehatan di rumah sakit (Yupi Supartini, 2001).
H. Masalah Keperawatan Yang
Muncul
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan
dengan proses penyakit (viremia) (Carpenito, 1999).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
suhu tubuh pasien akan normal.
Intervensi :
a.
Kaji suhu pasien
b.
Observasi tanda – tanda vital
c.
Anjurkan pasien banyak minum
d.
Berikan kompres hangat
e.
Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis dan menyerap
kringat
f.
Pantau hasil laboratorium
2. Resiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan (Carpenito, 1999).
Tujuan : Resiko terjadinya
syok hipovolemik berkurang
Intrevensi :
a.
Observasi
keadaan umum dan tanda – tanda vital
b.
Puasa makan dan minum pada perdarahan cerna
c.
Anjurkan pasien banyak minum
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia (Carpenito, 1999).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi
Intervensi :
a.
Kaji distensi abdomen
b.
Timbang berat badan
c.
Sajikan makanan semenarik mungkin
d.
Kaji makanan kesukaan pasien
e.
Berikan diet sedikit tapi sering
f.
Beri suasana menyenangkan saat makan
4. Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler (Carpenito, 1999). Tujuan : Mempertahankan volume sirkulasi
adekuat
Intervensi :
a.
Ukur dan catat input dan output
b.
Pantau tekanan darah
c.
Kaji mukosa kering, turgor kulit yang kering
d.
Pantau hasil laboratorium
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
infus
Sepenuhnya bisa didownload disini
0 Komentar untuk "MAKALAH DEMAM BERDARAH (DENGUE HEMORAGIC FEVER/DHF)"